Lib[lo]ve part 2

Chapter 2            Turning to the Edge

Sesampainya di rumah, Cha-cha menyeduh teh untuk menenangkan pikirannya. Ia baru sadar kalau ternyata kue tart yang diberikan Kazuki dibawa pulang olehnya 

“adikku yang maniiiissss… selamat ulang tahun ya!” kakak Cha-cha, Rame datang sambil membawa sebuah kantong di tangannya
“arigachu, Rame-nii’!” Cha-cha terlihat senang saat menerima bungkusan yang cukup besar itu
“wah, kau salah alamat kalau memberikan baju seperti ini untukku” Cha-cha bingung menatap sebuah gaun Lolita berenda-renda
“seleraku bagus bukan?” Rame terkekeh sambil mengacungkan dua jempol tangannya
“yaaa,, bagus, bagus…” sahut Cha-cha cuek sambil menyeruput tehnya
“ini kue dari siapa, Cha?” Rame membuka kotak kue tersebut lalu memotongnya dan cuek memakannya
“dia bilang namanya Kazuki, kelasnya di sebelah kelasku”
“kau tidak mengenalnya?” Rame asik memakan kuenya di potongan ke dua
“tidak” Cha-cha hanya menggelengkan kepalanya
“aaahh!! Aku lupa tugasku!!!” ia langsung bangkit berdiri lalu mengambil semua barangnya
“habiskan saja kuenya,, aku sudah kenyang. Dan, terimakasih untuk hadiahnya, Rame nii!” Cha-cha tersenyum, meninggalkan Rame yang terlihat bahagia dengan kue di depannya

Tanpa terasa, jarum jam menunjukkan pukul 11. Semua tugas sudah selesai dikerjakan tapi Cha-cha masih belum mengantuk. Diambilnya kotak berisi kalung pemberian Jui dari dalam tas lalu menatap lekat-lekat liontin bergambar malaikat itu

“andai saja aku bisa benar-benar menjadi malaikatmu… aku ingin selalu membuatmu tersenyum setiap hari, aku ingin melindungimu… dan aku tidak akan bosan mengatakan hal yang sama setiap harinya,, aku menyukaimu, Jui…” Cha-cha tersenyum tapi air mata mengalir di pipinya, dadanya kembali sakit. 
Tersadar, ia terduduk di lantai dengan memeluk kedua lututnya, tangisnya meledak seakan air mata ikut menangis untuknya 
“Cha…” tiba-tiba Rame masuk dan kaget ketika melihat adik satu-satunya itu sedang penuh dengan tangisan

Tanpa perlu kata-kata, Rame duduk di sebelah Cha-cha lalu memeluknya. Setelah tangisnya mereda, Rame menyeka air mata di wajah yang penuh kesedihan itu
“sudah kubilang berapa kali, kan? Wajahmu itu jelek kalau menangis” mata Cha-cha masih berkaca-kaca tapi dia menggigit bibirnya untuk memaksa tangisnya tidak meledak lagi
“Jui?” satu kata yang keluar dari mulut Rame membuat mata Cha-cha terbelalak
“kau pasti kaget kenapa aku bisa tahu kau menangis gara-gara dia” Rame tersenyum menenangkan. Cha-cha hanya membuang pandangannya ke arah lain
“tadi dia mencarimu. Kebetulan aku sedang mencari inspirasi untuk lagu baruku, Jui datang sambil membawa pie apel buatan ibunya. Jui sangat mengkhawatirkanmu, tahu? Dia sudah bercerita semuanya padaku, tapi bukan berarti dia seorang yang senang mengumbar masalah. Kau pasti tahu sendiri, sejak dulu aku seperti memiliki dua orang adik, kau dan Jui.”
“kau tahu kalau aku menyukainya?” matanya menatap dalam mata kakaknya
“tentu saja. Bahkan sebelum kau mengatakannya, aku sudah bisa melihat kau selalu memandang Jui dengan tatapan yang berbeda, aku tahu kau sangat menyayangi Jui, bukan hanya sebagai sahabat baik tetapi aku tahu kau mencintainya”
“aku berjanji padanya untuk menjadi diriku yang ceria lagi mulai besok, tapi apa aku sanggup melihat wajahnya tanpa merasa sedih sedikit pun?” air matanya kembali mengalir
“dengar… biar waktu yang memberikan semua jawaban dari pertanyaanmu itu. Aku tidak punya hak untuk mencampuri masalah ini, karena hanya kalian berdua yang bisa menyelesaikannya…”
 “…sekarang tidurlah. Kurasa aku pun sudah mulai mengantuk” Rame bangkit berdiri lalu menguap
“terimakasih, Rame nii” ucap Cha-cha lirih
“hmm. Selamat tidur, Cha” Rame menutup pintu kamar Cha-cha lalu memencet tombol-tombol nomor di ponselnya
“moshi-moshi?” sahut suara di seberang sana
“kau tak perlu khawatir, Jui… sekarang dia baik-baik saja”
“syukurlah…” suaranya terdengar lega

Selesai pembicaraan di telepon dengan Rame, Jui langsung menulis pesan singkat yang lalu dikirimkan ke Cha-cha
“besok pagi tunggu aku, kita pergi bersama (senyum). Oyasumi!”
Cha-cha yang membaca pesan itu tersenyum kecil sambil memandang kalung malaikat yang sekarang tergantung di lehernya
“oyasumi, Jui… “ lalu Cha-cha pun terlelap dengan mata yang masih basah karena air mata.

Mentari pagi bersinar hangat mengiringi langkah kedua sahabat yang sedang berjalan menuju stasiun
“um… aku minta maaf lagi soal kemarin itu, aku…” sebelum Jui menyelesaikan kalimatnya, Cha-cha memotongnya
“aku yakin ingatanmu masih baik, Ju… aku tak perlu mengulanginya lagi, kan? Bukankah sekarang aku sudah kembali menjadi Cha-cha yang biasanya?” senyum kecil mengembang di bibirnya. Jui mengangguk patuh sambil balas tersenyum.
“kau… liontin itu kau pakai…” Jui memperhatikan sebuah benda yang berkilau menggantung di leher Cha-cha
“tentu saja! ini kan hadiahku” ucap Cha-cha sambil meleletkan lidah mengejek
Jui tertawa lega melihat gadis di depannya itu sudah kembali seperti dulu. Setelah setengah hari mereka belajar, bel istirahat pun berbunyi. Namun seseorang yang tidak disangka-sangka mulai bergerak menjalankan rencananya.

“Cha-cha-cha…!!” suara riang itu menyapa Cha-cha yang sedang asik melahap kotak makan siangnya
“kau?!” ekspresi terkejut tergambar jelas di wajah Cha-cha ketika melihat Kazuki datang menghampiri mejanya. Kazuki sama sekali tidak mempedulikan Jui, Shun, dan Tizza yang juga ada disana
“temani aku ke kantin, yuk! Aku traktir deh” Kazuki mengedipkan sebelah matanya lalu senyum manis terulas di bibir tipisnya
“maaf, aku tidak bisa” jawab Cha-cha spontan sambil meneruskan makan siangnya
“Shun, bukankah dia Kazuki anak kelas sebelah?” bisik Tizza sepelan mungkin di telinga Shun
“ah, halo Shun! Sudah lama kita tak berjumpa” Shun masih menatap dingin ke arah Kazuki ketika pria itu menyapanya
“dan kau… pasti Jui. Kenalkan, aku Kazuki, aku orang yang akan mengganti posisimu di hati Cha-cha” ucap Kazuki tanpa basa basi. Ketika Jui hendak membalas, tiba-tiba Cha-cha bangkit berdiri dan menarik lengan Kazuki untuk menjauh dari tempat itu

Di atap sekolah, Cha-cha membawa Kazuki dengan marah
“apa-apaan kau?! Kenapa kau bicara seperti itu pada Jui?!!” Cha-cha terlihat sangat kesal namun Kazuki malah sebaliknya, sikapnya masih santai
“ups, maaf, aku tidak bisa mengontrol perasaanku. Kulihat kau begitu dekat dengan Jui, aku hanya ingin mendapat perhatian seperti kau memperhatikan Jui. Aku menyukaimu, Cha... jadilah pacarku!” Kazuki memegang tangan Cha-cha yang langsung menepisnya
“jangan harap kau bisa jadi pacarku! Mulai sekarang, menjauh dariku!” seru Cha-cha seraya beranjak pergi meninggalkan Kazuki dengan wajah terkejut 
Setelah atap sekolah sepi kembali, senyum kecil mengembang di sudut bibir tipisnya 
“baru kali ini ada gadis yang menolakku mentah-mentah. Kita lihat nanti, kau pasti bisa kudapatkan”

Sementara di kelas, Tizza meminta Shun untuk menjelaskan siapa Kazuki itu
“dulu dia teman baikku. Tapi sudah beberapa tahun ini dia berubah sama sekali, aku seperti tidak mengenalnya lagi. Entah mungkin karena sekarang ia dan keluarganya menjadi orang kaya, ia menjadi seorang Kazuki yang sering menggunakan uang untuk mencapai apapun yang ia mau” jelas Shun sambil memandang keluar jendela kelas, wajahnya berubah sedih
“tapi sekarang kau sudah mendapat sahabat baru kan? Kita semua disini untukmu, Shun” Tizza menggenggam tangan Shun. Shun hanya tersenyum kecil, menyembunyikan kenangan lama saat ia dan Kazuki sering melewatkan waktu bersama.

Semenjak kejadian tadi siang, Jui tidak banyak bicara. Kata-kata yang dilontarkan Kazuki membuat merasakan ada sesuatu yang salah dengan hatinya, tetapi Jui lebih memilih diam.
“Ju, kau tidak…  Jui?” Cha-cha memegang kening Jui
“hah? Apa? apa yang kau lakukan, Cha!?” Jui terlihat kaget ketika tangan dingin Cha-cha menyerap panas kepalanya
“kau ini sedang melamunkan apa sih? Dari tadi aku mengajakmu bicara tapi kau malah berpikir kemana-mana…” bibir Cha-cha mengerucut, sebab Jui hanya membalas pertanyaannya dengan tersenyum pahit
“kalau begitu, kau pulang saja duluan. Aku masih harus membeli bahan untuk makan malam” tanpa basa-basi  lagi gadis itu meninggalkan Jui yang sekarang memandang lurus ke arah punggung Cha-cha sampai sosoknya menghilang di kejauhan
“ada apa denganku hari ini?! sial…” Jui mengumpat sendiri sementara kakinya menuntunnya langsung pulang ke rumahnya

Di jam-jam sore seperti ini, supermarket penuh dengan wanita paruh baya yang juga berbelanja untuk makan malam, Cha-cha yang sudah cekatan tidak perlu waktu lama untuk langsung menyelesaikan tugasnya. Matahari sudah berganti bulan saat Cha-cha berjalan pulang sambil menenteng 2 kantung besar berisi belanjaannya. Tapi tiba-tiba, ia merasa ada seseorang yang sedang mengikutinya dari belakang. Tanpa perlu pikir panjang lagi, Cha-cha langsung mempercepat langkahnya namun orang misterius tersebut pun ikut melangkah dengan cepat. Cha-cha sudah mulai ketakutan dan hendak menelepon kakaknya untuk menjemputnya tapi kantung yang dibawanya sungguh sangat merepotkan sehingga ia tidak bisa mengambil ponselnya. Cha-cha bisa merasakan bahwa orang tersebut mendekat, tapi tiba-tiba sebuah Porsche berwarna silver berhenti tepat di depannya.
“masuk!” seru orang yang mengendarai mobil itu yang terakhir Cha-cha kenal sebagai Kazuki
Tanpa aba-aba selanjutnya, mobil itu melesat dengan Cha-cha aman di dalamnya
“kenapa kau… bisa…??!” ucap Cha-cha terbata-bata karena bingung dengan apa yang baru saja terjadi
“kau pasti bertanya-tanya kenapa aku bisa muncul di depanmu kan? Baik, pertama aku minta maaf karena telah mengikutimu semenjak pulang sekolah, tapi bukankah suatu keberuntungan untukmu karena aku telah menyelamatkanmu dari orang jahat?” Kazuki menyeringai puas tanpa sedikit pun rasa menyesal karena telah membuntuti Cha-cha
“kuhargai bantuanmu, terima kasih. Tapi kenapa kau mengikutiku hah? Kau ini benar-benar aneh… bukankah sudah kubilang….”
“jangan mendekatimu lagi dan pergi jauh darimu?” Kazuki memotongnya lalu pecahlah tawanya
“apa yang kau tertawakan!?” Cha-cha mulai gusar, matanya memandang tajam pria tampan namun sangat menyebalkan itu di sampingnya
“kau benar-benar gadis yang menarik ya, Cha… dengar dengan baik! Mulai saat ini, aku bersumpah akan membuatmu menyukaiku, tidak lagi JUI” Kazuki menekankan nada suaranya saat menyebut nama Jui dan itu membuat Cha-cha semakin marah
“berhenti! turunkan aku disini!” sesuai permintaan, Kazuki langsung menepikan mobilnya
“kau yakin ingin turun disini? Ini masih belum sampai rumahmu lho, tuan putri...” tidak sedikitpun rasa bersalah yang tergambar di muka Kazuki, senyumnya malah masih mengembang
“terima kasih atas tumpangannya tapi lebih baik aku berjalan daripada harus mendengarmu menjelek-jelekkan Jui!! Selamat tinggal!” Cha-cha membanting pintu mobilnya dan langsung berjalan cepat tanpa menengok lagi ke belakang
Di dalam Porsche itu Kazuki mengeluarkan ponselnya lalu suara di seberang sana menjawab teleponnya
“semuanya berjalan sesuai dengan rencana, Tuan muda”
“bagus… sekarang tinggal kita jalankan rencana selanjutnya. Aku hanya menginginkan dia menjadi milikku, HARUS menjadi milikku!” senyum licik kembali terlukis di atas bibir tipis dengan piercing itu. Kazuki menginjak gas dalam-dalam dan membawa Porsche nya melesat dalam keremangan lampu kota di Tokyo malam itu.

-end part2-

mohon ditunggu part3 nya yaa... ;) 

yo yo yo!!!

お久しぶり、皆さん! ^^
sudah lama tidak bersua ya, saudara"!? >___<
baru sekarang gw bisa ngenet lagi di 'rumah'
terima kasih kepada ko Iksan, berkat modem yg masih bertuliskan 'pinjaman' tapi akhirnya... akhirnya gw bisa ngeneeett!!! XDD
yaah, beli M2 nya jg lumayan, nopegow.. cukup menguras kantong tentunya TT3TT
tapi entah, ini net cuman jalan lanchar klo udh malem menjelang pagi...

lanjut ke cerita kehidupan?
apa ya...? apa??
umm... kayaknya ga da yg lagi pengen gw ceritain deh
berhubung gw sndiri lagi mumet abis @_@
pengen cepet" punya rumah sndiri lagi biar enak ngapa"in >3<
sejujurnya oh sejujurnya... gw cukup ga betah tinggal di 'rumah' yg ini coz yaaaaahhh... taulah~
the real home is the best sweet home
*ngarang asik" aja* XP

ah, udh ah.. tambah pagi otak gw tambah melingkar =_=a
では (・ω・)/