Chapter 3 The Wits End
Siang itu sepulang sekolah, Cha-cha mencari Jui tetapi kemana pun ia mencari, Jui tidak dapat ditemukan
“Zaa, kau lihat Jui?” tanya Cha-cha saat Tizza sedang mengobrol berdua dengan Shun dan hendak pulang
“tidak… kau lihat, Shun?”
“sepertinya dia sudah pulang. Tasnya pun sudah tidak ada di kelas” Shun mengerling ke dalam kelas yang sekarang nyaris kosong
“hmm, begitu ya…” raut sedih di wajah Cha-cha jelas tergambar, ia terpaksa tersenyum pahit
“kau bertengkar lagi dengan Jui?” Tizza melihat ada sesuatu yang berubah di antara Cha-cha dan Jui semenjak kejadian yang melibatkan Kazuki seminggu lalu
“tidak, tidak sama sekali. Hanya saja, rasanya Jui menjauhiku akhir-akhir ini. aku tidak merasa pernah berbuat salah padanya” air mata menggenang di pelupuk matanya namun tidak dibiarkan mengalir
“mungkin dia sedang banyak urusan sehingga Jui tidak sempat berpamitan denganmu. Sudahlah, jangan dipikirkan ya…” Tizza menepuk pundak Cha-cha
“kau mau pulang bersama kami?” sahut Shun sambil tersenyum menenangkan
“tidak, terima kasih. Aku masih harus menyelesaikan laporan OSIS sebelum deadline nya berakhir. Kalian duluan saja”
Sepeninggalan kedua sahabatnya itu, Cha-cha duduk sendirian di dalam kelas, menatap kosong kertas laporan di atas mejanya. Tiba-tiba Kazuki muncul mengagetkan Cha-cha yang sedang melamun.
“selamat sore, tuan putri!” seringaian lebar menghias bibir tipis Kazuki
Lamunan Cha-cha buyar seketika dan tidak perlu waktu lama untuknya berpikir, ia cepat-cepat membereskan semua barang yang masih ada di atas mejanya
“kenapa terburu-buru begitu? Kau takut padaku?” sekarang Kazuki berdiri di depan meja Cha-cha, tersenyum melihat gadis itu dengan cepat membereskan tasnya
Cha-cha tidak mengeluarkan sepatah kata pun seraya bangkit berdiri dan menghindari kontak mata dengan Kazuki. Tapi pria itu sempat melihat wajah Cha-cha yang tertunduk itu, air mata masih membasahi pipinya. Ketika Cha-cha hendak melangkah keluar, Kazuki menahannya dengan memegang tangannya
“siapa yang buat kau menangis!?” Cha-cha memandang lurus ke arah Kazuki dengan air mata yang lagi-lagi ditahan selama yang ia bisa
“bukan urusanmu!” ucap Cha-cha dingin, menyentak tangannya dengan kasar
Belum kakinya melangkah jauh, tiba-tiba Kazuki memeluk Cha-cha dari belakang
“lepaskan aku sebelum aku berteriak!” tubuhnya bergetar karena marah
Pelukan itu merenggang tapi saat Cha-cha berbalik untuk memberi pelajaran pada Kazuki, sesuatu terjadi di luar dugaannya. Pria itu mendaratkan sebuah ciuman di bibir Cha-cha, yang langsung mundur karena kaget
“apa… apa-apaan kau!!?” matanya terbelalak memandang Kazuki yang sekarang tertawa puas
“sesuai dugaanku… yang tadi itu ciuman pertamamu, bukan?” wajah Cha-cha merona merah, bercampur antara malu dan marah
“tinggalkan aku sendiri! Pergi kau!!!!” air mata Cha-cha merebak, emosinya tidak terkontrol
“ok ok, maafkan aku. Aku salah karena telah mencuri ciuman pertamamu, maafkan aku” Kazuki membungkuk dalam, memohon gadis itu memaafkan ketidaksopanannya
“kubilang pergi! PERGI!!!” tangannya memukul-mukul Kazuki, menyuruhnya pergi meninggalkannya
Ketika tangan itu nyaris menampar wajah tampannya, Kazuki berhasil menangkap pergelangan tangannya
“kalau bukan aku, tapi Jui yang sekarang berdiri di hadapanmu, apakah kau akan memukulinya juga?” sorot tajam mata Kazuki membuat Cha-cha terhenyak
“itu… bukan urusanmu. Cepat pergi… kumohon…” Cha-cha terduduk di lantai dengan sebelah tangannya yang masih dalam genggaman Kazuki
“aku tidak akan meninggalkanmu dalam keadaan seperti ini, Cha. Karena aku bukan Jui” lengannya membawa Cha-cha ke dalam pelukannya namun kali ini gadis itu bergeming, ia hanya menangis.
Sementara itu masih di gerbang sekolah, Jui merogoh saku celananya, bermaksud mencari ponselnya
“sial! Mungkin tertinggal di kelas…” Jui berbalik arah menuju ruang kelasnya lagi
Langkahnya terhenti ketika mendengar isak tangis di depan pintu kelas, matanya membesar ketika melihat Kazuki sedang memeluk gadis yang ia lindungi sejak kecil. Tanpa basa basi, Jui langsung masuk, Cha-cha terlonjak kaget tapi Kazuki tidak
“Ju… Jui…” mata Cha-cha yang merah, kembali dibasahi air mata ketika menemukan sosok yang ia cari
“apa yang kau lakukan padanya!? Lepaskan dia!” kemarahannya langsung meledak dan seketika itu juga Jui mendorong Kazuki menjauh dari Cha-cha
“aku hanya menenangkannya, itu saja. Apa kau tahu siapa yang telah membuatnya menangis?” Kazuki melirik Cha-cha yang sekarang sedang tertunduk memandang sepatunya
“Kau!” Kazuki berkata seolah-olah Jui telah melakukan sebuah kesalahan besar
“cukup, Kazuki… bukan hakmu berbicara seperti itu!” Pria itu kini memandang heran pada satu-satunya gadis yang ada disana
“kita pulang!” Jui mengambil ponselnya yang tertinggal di laci mejanya, lalu menarik Cha-cha dengan kasar
“hati-hati di jalan, Cha” Kazuki tersenyum saat kedua orang itu pergi dengan perasaan yang tidak menentu
Sepanjang perjalanan pulang, Jui tidak berbicara apapun begitu pula Cha-cha. Namun saat sedang berjalan di jalan sepi dekat rumah mereka, Jui membuka mulutnya
“apa yang tadi kau lakukan dengan Kazuki? Bukankah sebelumnya kau bilang kau membencinya karena selalu mengikutimu, mengganggumu… tapi tadi, kenapa kau mau dipeluk olehnya? Jawab aku, Cha!” emosi Jui meledak tanpa bisa dikontrolnya, ia mengepalkan kedua tangannya, takut-takut melukai Cha-cha yang sekarang tertunduk sedih
“kau tidak perlu berteriak begitu padaku, Ju…” linangan air mata kembali membasahi pelupuk matanya. Ini kali pertama Jui semarah itu pada Cha-cha
“…aku memang tidak pernah menyukai Kazuki… tapi kau yang sekarang membuatku melihat bahwa ada sisi baik yang masih bisa diterima darinya. Aku kesepian, Ju… selama seminggu ini kau menjauhiku, aku bertanya-tanya apa salahku? Tapi kau tidak pernah memberikan kesempatan untukku bertanya, kau… kau…” Cha-cha menghela nafas panjang, lelah berbicara dalam isakan tangis. Ia tidak melanjutkan kata-katanya, karena tiba-tiba Jui memeluknya dengan erat
“maafkan aku, Cha… hanya saja aku merasa kesal bila melihat Kazuki mendekatimu, aku… karena kau sahabatku, aku tidak ingin melihat dia melukaimu”
Selesai Jui berbicara, Cha-cha melepaskan diri dari pelukan Jui dengan wajah terluka
“kupikir akhirnya kau bisa menyukaiku lebih dari seorang sahabat, tapi mungkin harapanku tidak lebih dari sekedar mimpi. Kau tidak pernah mencoba untuk mengerti perasaanmu sendiri, Ju…” tanpa berpikir dua kali, Cha-cha pergi meninggalkan Jui sendiri di tengah temaramnya lampu jalanan.
Liburan musim panas dimulai hari ini dan sekolah diliburkan. Jauh hari sebelumnya Tizza dan Shun telah membuat sebuah rencana liburan ke pantai bersama, tetapi mereka belum tahu masalah yang baru saja terjadi kemarin antara Cha-cha dan Jui
“selamat pagi, Chaaachiinngg!!” suara yang nyaring itu membuat Cha-cha langsung terbangun dari tidurnya dan menemukan Tizza yang sedang tersenyum lebar di depan wajahnya
“aaahh… aku masih mengantuk, Za…” Cha-cha bergelung lagi, tapi tidak benar-benar tidur kembali
“oh, ayolah! Aku sudah tidak sabar ingin menginjak pasir di pantai… melihat birunya lautan… bersama Shun… hihihihi” gadis yang kini duduk di samping tempat tidur itu terkikik sambil menerawang
“ayo cepat bereskan barangmu, Cha!! cepat… cepat!!” seru Tizza tidak sabar
Akhirnya tanpa perlawanan, Cha-cha bangkit dari tempat tidurnya dan langsung menuju ke kamar mandi dan bersiap-siap. Ketika ia selesai dan turun ke dapur untuk sarapan, Tizza dan Shun yang sedang menyantap sandwich buatan Rame-nii terlonjak kaget, begitu pula kakaknya.
“apa yang terjadi dengan matamu!?” Rame-nii merasa heran melihat adiknya memakai make up begitu tebal di sekitar matanya
“kita ini hanya mau liburan ke pantai, bukan ke pesta, Cha” Tizza buru-buru menghampiri Cha-cha yang sekarang salah tingkah. Shun hanya menggelengkan kepalanya tanda tidak ingin ikut campur
Tizza membawa Cha-cha kembali ke kamarnya dan sedikit memperbaiki riasan Cha-cha. Tiba-tiba saat Tizza sedang menyapukan eye shadow, pertanyaan pertama yang dilontarkannya kembali mengingatkan Cha-cha akan kejadian kemarin.
“kau bertengkar lagi dengan Jui ya?” tangan Tizza sibuk memakaikan warna pastel di kelopak mata Cha-cha yang terpejam
“darimana kau tahu?”
“tak perlu katakana pun, semuanya tergambar jelas di wajahmu. Tidak biasanya kau semuram ini, biasanya kau yang selalu merengek padaku untuk cepat-cepat menuju pantai. Tapi hari ini berbeda, sepertinya kau tidak benar-benar tertarik untuk pergi ya?”
“apa Jui akan ikut bersama kita?” ucap Cha-cha selagi Tizza membereskan alat make-up
“tentu saja. Hm.. mungkin saat ini dia sedang berada di bawah bersama Shun dan Rame-nii” melihat wajah Cha-cha yang tertekuk, Tizza menarik tangannya
“ayo, mereka semua pasti sudah menunggu. Senyumlah sedikit, mukamu itu sungguh terlihat menyedihkan”
Mereka berdua turun ke ruang tamu dan benar saja, disana Jui sedang duduk dan mengobrol bersama Shun dan Rame-nii
“sudah siap? Kita berangkat sekarang” Shun yang sudah tidak sabar ingin pergi, bangkit berdiri dari sofa dan langsung keluar menyalakan mesin mobil
Jui menyadari bahwa Cha-cha berusaha menutupi matanya yang sehabis menangis dengan make up, tapi dia memilih untuk tidak banyak menyinggung perasaan gadis itu hari ini.
“aku pergi, Rame-nii” Cha-cha mengecup pipi kakaknya
“hati-hati di jalan ya, adik-adikku yang manis!” Rame melambaikan tangan ketika mobil yang dikemudikan oleh Shun mulai melaju membawa mereka menuju pantai.
1 jam kemudian, aroma laut dan hamparan pasir menyambut mereka dengan matahari yang bersinar sangat terik. Shun dan Jui langsung memasang tenda kecil agar barang-barang mereka tidak kepanasan sedangkan Tizza dan Cha-cha berganti pakaian dengan baju renang.
“apa kau masih belum menyadari perasaanmu sendiri?” Shun tiba-tiba melontarkan pertanyaan tersebut ketika mereka sedang menancapkan pancang-pancang kayu ke pasir
“maksudmu?” Jui pura-pura tidak mengerti padahal ia tahu bahwa Shun sedang membicarakan Cha-cha
“dia gadis yang baik… tak perlu kubilang pun, seharusnya kau sudah mengenalnya lebih baik dariku. Tapi aku masih tidak mengerti kenapa kau tidak pernah menghargai perasaannya, padahal kau sendiri menyukainya juga. Benar?” Jui diam sesaat lalu menjawab semua keraguan yang selama ini dia pendam sendiri
“aku memang menyukainya, Shun… benar-benar menyayanginya lebih dari seorang sahabat, tapi aku takut… aku takut kalau aku menyatakan hal ini padanya, apakah hubungan kami akan sebaik saat aku dan dia masih bersahabat? Aku hanya mengkhawatirkan hal itu…” Jui duduk di bawah tenda yang sudah selesai dipasang beralaskan tikar kain berwarna biru muda
“kurasa kau sudah bisa melihat contohnya padaku dan Tizza, dulu kami bersahabat tapi ya… bukan teman sejak kecil seperti kau dan Cha-cha. Aku bertemu dengannya saat SMP dan dialah yang menyadarkanku hingga seperti sekarang. Kau tentu tahu, dulu aku ini seorang berandalan, anak yang tidak bisa diatur sampai Tizza datang dan semuanya berubah. Kami mulai semuanya dengan persahabatan dan akhirnya aku menyadari satu hal lagi kalau aku menyukainya. Aku tidak ingin hanya memendam perasaan itu apalagi sampai melihat ada orang lain yang memiliki hatinya selain aku. Karena itu aku memberanikan diri untuk menyatakannya dan ternyata Tizza pun memiliki perasaan yang sama padaku. Sungguh suatu keajaiban memiliki dia di sampingku hingga hari ini” Shun tersenyum lebar sambil memandang langit-langit tenda
“Jadi apa keputusanmu?” lanjut Shun sambil menatap Jui yang sedang lurus memandang laut
“baiklah, aku akan menyatakan perasaanku yang sebenarnya sore ini. Semoga ini keputusan yang benar” Jui tersenyum simpul
Tak lama kemudian, Cha-cha dan Tizza yang dalam balutan baju renang datang sembari membawa 4 mangkuk es serut
“Shun, ini untukmu” Tizza memberikan es serut dengan siraman sirup strawberry di atasnya
“terima kasih, Tizza chan” senyum manis Shun membuat Tizza merona seketika
“ini” Cha-cha memberikan salah satu mangkuk es serut di tangannya, keduanya rasa jeruk dan anggur
“terima kasih” Jui mengambilnya lalu tersenyum sendiri
“kenapa kau senyum-senyum begitu?” Cha-cha memalingkan wajahnya karena gara-gara melihat Jui, ia jadi ingin tersenyum juga
“syukurlah… akhirnya kalian baikan juga” Tizza menepuk pundak Jui sambil tertawa
“sini, duduk di sebelahku” Jui menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya
“eh, Shun, bukankah kau bilang ingin makan yakisoba? Tadi aku menemukan warung pantai di dekat tempat penjual es serut” Tizza mengedipkan mata pada Shun dan kekasihnya mengerti apa yang dimaksudkan gadis yang memakai baju renang berwarna peach itu
“hm, kalau begitu kami pergi yakisoba dulu. Kalian disini saja, nanti kami belikan”
Namun masalah baru tiba-tiba datang. Saat Shun dan Tizza berdiri, Kazuki menghampiri mereka sambil tersenyum menyapa
“oh, halo! Tak kusangka bisa bertemu kalian di sini. Sungguh suatu kebetulan!” ucap Kazuki sambil melambaikan tangan
“apa yang kau lakukan disini, Kazu?” nada bicara Shun langsung berubah drastis, ia tidak suka Kazuki mengganggu acara liburannya
“aku? Tentu saja aku datang kesini untuk bermain. Selain itu…… aku ingin menghabiskan liburan dengan kekasihku. Iya kan, Cha?”
Entah gurauan apa yang dilontarkan Kazuki, Cha-cha yang tadinya tidak ingin memandang wajah pria itu langsung tersentak kaget dan langsung berdiri. Tapi sayangnya, sebelum Cha-cha mengeluarkan kata-kata pembelaan, Jui terlebih dahulu sudah memukul wajah Kazuki
“Jui… cukup, Ju! Jangan menambah runyam masalah, ok?” Shun menahan Jui yang bermaksud untuk menghajar Kazuki lagi
Darah segar keluar dari ujung bibirnya dan ia berjalan menghampiri Jui, ingin membalas penghinaan karena telah memukul wajah tampannya
“hentikan!” Cha-cha diam di antara Jui dan Kazuki, tangannya dihadapkan ke arah Kazuki
“oh, jadi kau masih saja membelanya? Hebat benar Jui itu ya… sampai membuatmu ingin melindunginya seperti ini. Dengar, Jui… kemarin aku sudah mencuri ciuman pertama Cha-cha! dan itu adalah bukti bahwa aku lebih berhak memilikinya daripada kau, pengecut!” Kazuki mulai naik darah, matanya berkilat marah
Jui tertegun, kaget mendengar kenyataan bahwa bibir Cha-cha telah dinodai oleh pria yang ingin ia hajar. Jui melihat Cha-cha menurunkan tangannya tetapi sedetik kemudian, ia menampar Kazuki tepat di wajahnya
“pergi kau dari sini! Pergi!!! Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi, bajingan!!!” air mata Cha-cha merebak dan emosinya mulai tidak bisa dikontrol. Melihat hal itu, Tizza langsung menyeret Kazuki menjauh
“kumohon, pergilah! Aku tidak kenal siapa kau tapi yang ku tahu, kau telah membuat semuanya berantakan!” Tizza memohon
Tanpa berbicara sepatah kata pun, Kazuki meninggalkan Tizza. Sementara di tempat lain, Jui duduk berdampingan dengan Cha-cha tapi tak satu pun dari mereka membuka mulut untuk berbicara. Shun melihat Tizza sedang berjalan kembali tapi raut wajahnya muram. Liburan mereka baru akan dimulai dan tidak akan kembali setelah 3 hari, sesuai dengan rencana mereka.
では (・ω・)/
2 comments:
Waw, tema PANTAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAII!!!!!!! *girang sendiri*
Idih, si Cha2...Za mo k pantai juga dgn bentuk yg sperti ini boro2 mah pake baju renang, malu2in aja iiiihhh~~~~ *nyuruk2 k bawah kasur*
Berhubung Za lagi naksir ma (kakinya) Shun, bgitu baca nih penpik Za jd ngayal yg 'asik2' nih....ckikikikikik xDD *d toyor Shun pake kaki*
Okeh, LANJOT!!!!!! *kabur k chap slanjut'a*
wakakakakakk parah betul.. klo Za mau ero2an ama Shun, jgn disini ah~ *lempar k t4 laen*
udh bingung mw pake setting apa lagi, yg kepikiran cuman pantai =3
ah Zaa.. pan ceritanya kita2 cwe cantik, bayangin yg bagus2 aja lah... hahahahha *dtampol*
Post a Comment