Lib[lo]ve

Chapter 1 Tell Me The Gentle Lie

 Ada sebuah ungkapan yang mengatakan ‘kalau kau tidak pernah mengulurkan tangan untuk berusaha mendapatkan sesuatu yang kau ingini, darimana kau tahu kalau kau tidak akan pernah menggapainya?’. Tapi pada kenyataannya, sesuatu yang aku ingini sekarang bukanlah barang melainkan seseorang, aku hanya ingin ia bisa melihatku walaupun sedikit saja.

“Jui, mau pulang sekarang?” Cha-cha mengambil tasnya lalu berdiri di samping meja Jui
“Shun dan Tizza, mana mereka?” matanya mencari pasangan kekasih itu
“entahlah, Tizza tidak mengirim sms apapun, mungkin mereka sudah pulang duluan” sahut Cha-cha sambil mengecek ponselnya
“ya sudah, biarkan saja mereka dengan dunianya. Hh, dasar pasangan jaman sekarang…” Jui membereskan barang-barangnya lalu berdiri
“yuk!” Jui berjalan di depan sementara Cha-cha mengikuti di belakangnya
“kau mau masak apa untuk makan malam?” tanya Jui dengan wajah ingin tahu saat ia membalikkan badannya
“hah? Kenapa kau tanya? Bukankah tante biasanya sudah memasak untukmu?” Jui dan Cha-cha adalah teman baik sejak SD. Bahkan rumah saja mereka bersebelahan.
“yaa… aku kan hanya bertanya. Siapa tau saja kau mau masak makanan kesukaanku…” Jui terkikik pelan
“sayangnya dugaanmu salah. Malam ini aku mau membuat yakitori” Cha-cha tersenyum puas melihat Jui yang kecewa, ia tidak suka yakitori

Tanpa terasa kaki mereka telah berjalan cukup jauh hingga mereka berhenti di depan gerbang rumah masing-masing
“ngomong-ngomong, besok kau ulang tahun ya? Mau hadiah apa, Cha?” Jui tersenyum manis
Cha-cha terdiam sesaat
“meskipun hanya suatu kebohongan, tolong katakan kalau kau menyukaiku walau sedikit saja. Kurasa itu cukup untuk sebuah hadiah” Cha-cha balas tersenyum tapi apa yang telah diucapkannya membuat Jui terkejut
Tanpa menunggu jawaban Jui, Cha-cha membungkuk lalu langsung masuk ke dalam rumah. Jui masih belum percaya dengan apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu, padahal selama ini Cha-cha selalu bercerita kalau dia sudah lama menyukai seseorang tetapi ia tidak pernah memberitahu siapa nama pria itu. Jui pernah tidak mengira kalau orang itu adalah dirinya.
Di dalam kamar, Cha-cha terduduk lemas dengan bersandar di belakang pintu
“apa yang sudah kau katakan, Cha?!! Bodoh…” ia memukul kepalanya pelan
Malam itu jendela kamar Cha-cha yang kebetulan berseberangan dengan milik Jui tertutup rapat. Jui bertanya-tanya apa Cha-cha baik-baik saja. Sejak kejadian tadi, ia sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan, padahal biasanya kedua jendela mereka selalu terbuka hingga larut malam.

Pagi datang dengan cepat ketika Jui membuka mata. Ia bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, mengenakan seragamnya dan sebelum beranjak keluar, Jui mengambil sebuah kotak kecil berwarna ungu dari laci mejanya lalu mengantonginya dan pergi.
“Cha-cha… !!” Jui memanggil sahabatnya itu dari depan gerbang namun ia tak kunjung keluar
Akhirnya, Jui memencet bel rumah Cha-cha dan ibunya lah yang membukakan pintu
“pagi, tante… Cha-cha ada?”
“oh, nak Jui. Cha-cha sudah pergi dari tadi koq, memang kalian tidak bersama?” Jui memaksakan diri untuk tersenyum lalu menggeleng
“mungkin dia sedang cepat-cepat. Kalau begitu, saya pamit dulu

Sesampainya di kelas, ternyata benar Cha-cha sudah tiba terlebih dahulu. Disana ia duduk bersama Tizza dan Shun. Shun yang melihat kedatangan Jui langsung menyapa
“Jui kun! Ohayou!” wajah berseri-serinya Shun membuat jelas perbedaan suasana hati Cha-cha yang memang telah melihat kedatangan Jui tapi memilih untuk menundukkan kepalanya
“kau baik-baik saja, Cha?” Tizza yang khawatir menanyakan keadaan Cha-cha
“hmm,, sepertinya aku harus ke UKS untuk minta obat. Aku pergi dulu.” Cha-cha bangkit dari kursinya lalu pergi. Saat ia berpapasan dengan Jui, Jui menarik tangannya.
Pemandangan itu membuat Shun dan Tizza cemas, tak biasanya kedua temannya seperti itu
“bisa kita bicara sebentar?” Jui menatap lurus ke mata coklat itu
Tak sepatah kata pun keluar dari mulut Cha-cha, Jui lalu meninggalkan kelas bersama Cha-cha sambil masih memegang tangannya

Di taman belakang sekolah, Jui akhirnya melepaskan genggamannya
“selamat ulang tahun, Cha…” Jui merogoh sakunya lalu memberikan kotak ungu berisi hadiah
“apa ini?”
“buka saja”
“Ju… sudah kubilang…” suara Cha-cha bergetar, ia memilih untuk tidak meneruskan kata-katanya
“orang yang selama ini kau sukai itu adalah aku bukan? Maafkan aku karena terlambat menyadarinya… aku tak ingin menyakitimu, Cha, tapi aku hanya menganggapmu sebagai sahabat…” Cha-cha menundukkan kepalanya, air mata menetes di atas kalung berliontin malaikat di dalam kotak ungu yang dipegangnya
“maafkan aku…” saat Jui hendak mendekat, Cha-cha mundur selangkah
“tolong berikan aku waktu satu hari… besok aku akan menjadi Cha-cha yang biasanya, seorang Cha-cha yang selalu menjadi sahabat terbaikmu, Ju…” Jui melihat raut kesedihan dengan air mata yang masih mengalir di wajahnya saat gadis itu memandangnya lalu tersenyum pahit
Tidak perlu waktu untuk berpikir, Cha-cha langsung pergi meninggalkan Jui yang masih terpaku di tempatnya. Jui sadar bahwa ia telah menyakiti orang yang selama ini sangat berarti baginya. Tapi Jui masih belum kunjung menyadari satu hal yang akan membuatnya menyesal

Setelah mencuci wajahnya, Cha-cha kembali ke tempat duduknya lalu memasukkan kotak hadiah itu ke dalam tasnya. Matanya masih berkaca-kaca tapi ia berusaha untuk menahan air matanya. Melihat keadaan Cha-cha yang berubah 180°, Tizza langsung menghampirinya
“Cha… kau…” sebelum Tizza menyelesaikan pertanyaannya, Cha-cha memotongnya
“aku tidak apa-apa, Zza… kau tidak perlu khawatir”
“kau bukan pembohong yang baik, kau tahu itu?” Tizza mengendus kesal tapi malah memeluk sahabatnya itu
“menangislah, jangan menahannya lagi” Cha-cha mengeluarkan isi hatinya pada Tizza sampai ia merasa lega
Beberapa menit kemudian, bel tanda sekolah mulai pun berbunyi, Jui duduk di kursinya tepat di belakang Shun. Sepanjang hari itu, Cha-cha menjaga jarak dengan Jui. Hingga akhirnya bel tanda pulang sekolah pun berbunyi. Jui yang merasa bersalah karena telah membuat Cha-cha menangis di hari ulang tahunnya memutuskan untuk pulang duluan.
“Jui sudah pulang, Cha. kau mau kami antar pulang?” tanya Shun yang bertugas mengawasi gerak-gerik Jui hari ini sesuai instruksi Tizza
“tidak, terima kasih. Aku bisa pulang sendiri koq…” seulas senyum tersungging di bibirnya
“kalau begitu, kami duluan ya. Aku harus membantu orang tuaku di kedai ramen. Kalau ada apa-apa, langsung beri tahu kami ya!” Tizza dan Shun balas tersenyum lalu meninggalkan Cha-cha

Kakinya lunglai berjalan di lorong, mata Cha-cha sangat terasa berat karena terlalu banyak menangis. Tiba-tiba ada seseorang yang memanggilnya dari belakang
“Cha-cha!” seorang lelaki yang juga murid sekolah tersebut berlari menghampirinya
“sungguh beruntung aku menemukanmu! Ini…” ia memberikan sebuah kotak berisi kue tart kecil bertuliskan ‘happy birthday’ sambil tersenyum manis
“ini apa? Dan… kau siapa?” raut bingung tergambar di wajahnya yang lelah
“ah, maaf. Aku lupa mengenalkan diri. Aku Kazuki, kelasku di sebelah kelasmu. Dan ini, hadiah ulang tahun untukmu… sekaligus sebagai pernyataan… ehm,, aku menyukaimu, Cha. Maukah kau jadi pacarku?”
“jangan bercanda… aku sama sekali tidak mengenalmu, Kazuki san” jawab Cha-cha lirih sambil menyodorkan kembali kotak kue yang dipegangnya
“tapi kurasa sekarang kita sudah saling mengenal, iya kan?” Kazuki tersenyum jahil
“maaf, Kazuki san… tapi aku tidak tertarik” Cha-cha menunjukkan sifat dinginnya dengan menolak tegas pernyataan lelaki yang tiba-tiba muncul di hadapannya itu
“hmm… kalau begitu mulai besok aku akan memperlihatkan siapa diriku padamu. Sampai kau benar-benar mengenalku, barulah kau boleh menjawab pertanyaanku. Atau kalau perlu, aku bisa mengulanginya lagi.” Cha-cha membelalakkan matanya, dalam pikirannya, orang yang sedang terkekeh di depan matanya ini mungkin agak sedikit kurang waras
“aku tidak gila koq… aku hanya tergila-gila padamu” Cha-cha semakin terkejut karena Kazuki menjawab apa yang baru saja ia katakan dalam pikirannya
“@#$%^&*” Cha-cha mengumpat pelan sambil berjalan meninggalkan Kazuki yang masih tersenyum
“aku bisa pastikan kau jatuh ke tanganku” Kazuki menyibakkan rambut pirangnya lalu senyum yang berbeda menghiasi bibir tipis dengan 3 piercing itu.

2 comments:

ティッザ said...

Padahal harusnya Za ikut sedih ya...soal'a kn Cha2 abis d tolak ma Jui...tp knapa Za mala senyam-senyum trus spanjang penpik yaa..?? +ckikikan gaje+

I LOP DIZ, CHA! LANJOTKANNN!!! Bikin chappie sbanyak yg kao bisa! Tulis lebi banyak soal dirimu dgn Jui, dirimu dgn Kazuki, prsaingan cinta Jui-Kazuki, dan yg lebi penting: JADIKAN ZA DAN SHUN PASANGAN PALING HOT ABAD INI!!! Kalo bisa ntar ada Ao, Nao, Mao, Manabu apa sapa gtu y, pengen baca pas Shun'a jeles. Muahahahahaha~!!! +mrentah2 seenak udel+

Za tunggu chap brikutnyah~ :D

chiyo_90 said...

wahahahhaha cha baru liyat ni komen sekarang stelah td siang Za blg *dtendang* XDD
makasi krn menyukai penpik yg ga jelas kpn endingnya ini *ngakak geje*
smoga smuanya berkenan di hati... eheheheh
tunggulah chap slanjutnya! >3<

Post a Comment